Cari Blog Ini

24/04/13

Keinginan Tidak Sejajar dengan Kondisi

Wow,setelah sekian lama tiba-tiba keinginan mendadak untuk nulis datang, lebih hebat dari tsunami yang prediksi kedatangannya sering dibatalkan sama BMG. Tapi ketika udah dibatalkan eh tyt dia datang. Lhah, ini kok malas bahas tsunami???

Jadi, sebenarnya nafsu ini muncul ketika saya selesai membaca bukunya Indra Herlambang yang berjudul Kicau Kacau, abis baca tu buku lanjut buka timeline dan pas banget ada seorang motivator yang rajin bikin kultwit isinya tentang menulis. Bahwasannya biasakanlah menulis setiap hari, apapun topik yang kita angkat niscaya akan selalu ada topik yang bisa kita bahas minimal dari kehidupan kita sehari-hari. Nah, makin kuatlah keinginan menulis itu timbul.

Namun, apa mau dikata, ketika keinginan itu membuncah ternyata koneksi internet di tempat saya sekarang tinggal sementara (sepertinya ngga perlu disebutkan nama tempatnya, karena akan membuat saya sedihh,hiks hiks)..woy woy lebayy woy…hehe..iya ibarat kata lagi cintaa banget sama seseorang tapi rasa cinta itu ga bisa dilampiaskan ato sekedar disampaikan, ughh rasanya seperti nunggu2 keinginan buat “mpup”Aihhhh….ini pengandaian yang sedikit ga nyambung dan saya sendiri belum pernah (semoga jangan) merasakannya, hanya berdasarkan pengalaman bbrp teman saja.

Baiklah saudara-saudara seiman maupun tidak seiman, keterpurukan koneksi ini memang harus segera diakhiri, saya harus menemukan cara agar si koneksi ini ga timbul tenggelam, ga kolaps dan ga ngilang dengan seenak-enak udel nya sendiri, jadi saya memutuskan untuk memasukkan “sim card” dari tiga provider berbeda yg saya miliki dari handpone (bukti kelabilan) ke modem. Dan hasilnya saya memutuskan untuk memilih si Merah, dengan harapan beliau adalah provider yang sudah py sepuluh juta pelanggan, dan terkenal dengan tarif yang relatif lebih mahal dibandingkan para pesaingnya. Dengan asumsi “You Get what You Paid”, dengan tarif yang mahal semoga nantinya koneksinya akan bagus, cepat, dan dahsyat. Jadi ngga ada lagi keluhan-keluhan buruk yg bikin sy bernafsu membanting si gadget. Kalo ga inget gadget ini dibeli dg duit dan penuh pengorbanan pasti akan segera saya laksanakan maksud tersebut, tp dengan penuh kesadaran maksud tersebut urung terlaksana. Ya,masalah dengan koneksi sepertinya akan segera berakhir.

Masalah selanjutnya adalah bagaimana menimbulkan mood untuk menulis, karena berdasarkan pengalaman yg udah2, ketika aktivitas menulis ditinggalkan dalam waktu lama maka akan susah untuk memulainya kembali. Dibutuhkan” “mood buster” yang cukup besar untuk memulainya. Atas dasar itulah maka sy berniat merutinkan aktivitas ini, diawali dengan seminggu 3 artikel, lalu meningkat jadi 5 artikel tiap minggu, dan akhirnya setiap hari bisa posting satu atau lebih artikel. Aamiin…

Sekarang sy hanya bisa berdoa dan berusaha “Ya Alloh Hamba memohon untuk dijodohkan dengan Si Mood Buster ini, tunjukkanlah kepada hamba yang hamba butuhkan dan yang terbaik menurut-Mu dan ketika sudah didapatkan jangan biarkan dia pergi menghilang begitu saja, Hamba mohon Ya Alloh…”

Ehm..heran ini sebenernya doa untuk menemukan Mood buster ato doa minta jodoh yang tepat to?

Bodo Amat -__-*


Bodo amat, biarin aja dibilang mellow ato galau. 
Whatever.  Biar aja semua orang tau, klo pagi ini dapet pelajaran berharga dari seorang sahabat yang baru sy tau klo dia itu “totally a great Lover”.

Untuk ukuran sahabat, kita sahabat yang sudah terpisahkan lautan. Karena dia mengikuti suaminya yang ditugaskan ke Papua, sekarang sudah berpindah lagi ke Makasar –padahal udah ada kabar, sebentar lagi akan ada SK tugas yg akan membawa dia berpindah ke Palu-. Yeaah, Raja Ampat gagal kita datangi, jangan sampai Tanjung Bira juga bernasib sama. Jangan cuma jadi mimpi, seperti mimpimu semalam.

Mimpimu tentangnya yang dimunculkan secara absurd gegara kita ngobrolin kesayanganmu itu –setidaknya dulu,eh,tapi masih ya sampai sekarang, dan selamanya mungkin- di Linimasa Twitter.
Saya baru tau sob, seberapa dalamnya rasamu itu padanya. Setelah pengakuan itu dimunculkan pagi ini.

Di muka Ka’bah, dalam perjalananmu menunaikan rukun islam yang paling  diinginkan oleh semua umat-Nya itu kamu selalu berdoa. Doamu ditujukan untukmu sendiri, orang tua, saudara dan dia.
Bukan untuk memintanya menjadi jodohmu, tapi murni untuk mendoakan segala kebaikan untuknya.

 Katamu lagi,”Itu smua ga membuatku menyesal, mungkin kalau di akhirat nanti ada data siapa aja yang menyumbang doa dalam kehidupannya, namaku pasti ada dan jelas terbaca.”
“Kalo cuma itu hal termudah yang bisa kulakukan, kenapa ngga?”

Ahhhhhhh, mari sob doa nya dilanjut setelah 6 rokaat pagi ini… Dan obrolan pun berakhir.
Tapi pemikiran sy tg kata2mu ini ga berakhir sampai disitu. Hingga akhirnya tertuang disini.

Klo nantinya tulisan ini terbaca, oleh siapapun itu, pasti semua pada ngerti kan cinta macam apa yg si sobat ini alami. Dan ending cinta yg spt apa yg dialami si sobat ini, harusnya bisa ketebak dong.

Ato udah pernah pada ngalamin juga?