Wowww menyedihkan sekali
seandainya ini terjadi pada manusia. Sayangnya tidak. Ini terjadi pada cinta
saya kepada hewan, bukan kepada manusia. Ehmm, pada manusia sebenernya juga
siyy *ups,curcol*.
Beberapa hari yang lalu, lagi
lagi kelinci saya mati. Kejadian ini bukan untuk pertama kali, kalau
dihitung-hitung dari awal saya memelihara binatang, yang berujung dengan
kematian mungkin sudah lebih dari hitungan sepuluh jari tangan. Hiks, sedih.
Itu juga yang membuat seakan-akan hati saya mati. Karena setiap kematian,
selalu menimbulkan rasa kehilangan.
Kecintaan saya pada binatang
belum mampu dikalahkan oleh ketakutan saya akan rasa kehilangan. Kalaupun ingin memelihara binatang lagi, saya rasa
butuh waktu yang agak lama dan mood yang benar-benar baik. Susah move on, dalam
istilah percintaan. Kapok dalam istilah Jawa-nya. Kapok ada beberapa jenis,
yang terjadi pada adik saya adalah jenis kapok sambel. Kenapa sambel?? Karena
yang terjadi ketika kita makan sambel, rasa pedas yang timbul justru membuat
kita yang menikmatinya ingin nambah dan nambah lagi. Begitulah filosofi kapok
sambel.
Adik saya adalah penganut kapok
sambel. Tidak butuh waktu banyak baginya untuk berpindah ke binatang lain
ketika salah satu binatang yang dipeliharanya mati. Dead. Koit. Wassalam. Jadi,
adik saya bukan kategori yang susah move on. Berbeda dengan saya. Sepertinya
ini berlaku tidak pada binatang saja, tapi pada manusia juga. #eaaa.
Setelah hari yang lalu si kelinci
mati, hari ini dia sudah membawa sepasang bayi burung hantu abu-abu. Bayi
pemirsaaaa, bayi....bisa dibayangkan repotnya memelihara bayi. Ihik. Dan satu
lagi yang bikin repot adalah si bayi ini merupakan karnivora murni, daging boww
makannya. Sungguh fenomenal, dikala saya sedang menggalakkan vegetarian, si
bayi burung ini datang dengan damainya membawa semua lifestyle dalam hal
hewani.
Hewan yang dipelihara dari usia
muda menurut saya memiliki resiko lebih besar untuk cepat mati (maaf Dek, mbak
ga mendoakan, tapi pada kenyataannya seperti itu). Dulu saya pernah mendengar
mitos yang entah darimana asalnya, menyebutkan bahwa jika kita memelihara
sesuatu (tanaman atau hewan), dan sesuatu tersebut tidak awet kita pelihara
(baik karena mati/hilang/kabur/dicuri orang) maka katanya eh katanya kita sudah
tidak ditakdirkan dan tidak cocok untuk memelihara sesuatu tersebut. Berlaku
pada hewan dan tanaman, tidak berlaku pada manusia #eaa *lagi-lagi alibi*.
Ini sekedar mitos, jadi menurut
saya asal kita tahu dan mau belajar teknik yang benar tentang memelihara
binatang atau tumbuhan, saya rasa resiko kehilangan ini bisa diminimalisir.
Tidak sekedar membutuhkan rasa cinta dan passion saja dalam memelihara binatang,
tapi cinta harus direalisasikan dalam bentuk tindakan (dengan jalan mempelajari
teknik pemeliharaan yang sebenar-benarnya).
Begitu juga pada manusia. Iya
kan???