Cari Blog Ini

19/06/12

Belum Mampu Mencintai (lagi) karena Takut Kehilangan


Wowww menyedihkan sekali seandainya ini terjadi pada manusia. Sayangnya tidak. Ini terjadi pada cinta saya kepada hewan, bukan kepada manusia. Ehmm, pada manusia sebenernya juga siyy *ups,curcol*.

Beberapa hari yang lalu, lagi lagi kelinci saya mati. Kejadian ini bukan untuk pertama kali, kalau dihitung-hitung dari awal saya memelihara binatang, yang berujung dengan kematian mungkin sudah lebih dari hitungan sepuluh jari tangan. Hiks, sedih. Itu juga yang membuat seakan-akan hati saya mati. Karena setiap kematian, selalu menimbulkan rasa kehilangan.

Kecintaan saya pada binatang belum mampu dikalahkan oleh ketakutan saya akan rasa kehilangan. Kalaupun  ingin memelihara binatang lagi, saya rasa butuh waktu yang agak lama dan mood yang benar-benar baik. Susah move on, dalam istilah percintaan. Kapok dalam istilah Jawa-nya. Kapok ada beberapa jenis, yang terjadi pada adik saya adalah jenis kapok sambel. Kenapa sambel?? Karena yang terjadi ketika kita makan sambel, rasa pedas yang timbul justru membuat kita yang menikmatinya ingin nambah dan nambah lagi. Begitulah filosofi kapok sambel.

Adik saya adalah penganut kapok sambel. Tidak butuh waktu banyak baginya untuk berpindah ke binatang lain ketika salah satu binatang yang dipeliharanya mati. Dead. Koit. Wassalam. Jadi, adik saya bukan kategori yang susah move on. Berbeda dengan saya. Sepertinya ini berlaku tidak pada binatang saja, tapi pada manusia juga. #eaaa.

Setelah hari yang lalu si kelinci mati, hari ini dia sudah membawa sepasang bayi burung hantu abu-abu. Bayi pemirsaaaa, bayi....bisa dibayangkan repotnya memelihara bayi. Ihik. Dan satu lagi yang bikin repot adalah si bayi ini merupakan karnivora murni, daging boww makannya. Sungguh fenomenal, dikala saya sedang menggalakkan vegetarian, si bayi burung ini datang dengan damainya membawa semua lifestyle dalam hal hewani.

Hewan yang dipelihara dari usia muda menurut saya memiliki resiko lebih besar untuk cepat mati (maaf Dek, mbak ga mendoakan, tapi pada kenyataannya seperti itu). Dulu saya pernah mendengar mitos yang entah darimana asalnya, menyebutkan bahwa jika kita memelihara sesuatu (tanaman atau hewan), dan sesuatu tersebut tidak awet kita pelihara (baik karena mati/hilang/kabur/dicuri orang) maka katanya eh katanya kita sudah tidak ditakdirkan dan tidak cocok untuk memelihara sesuatu tersebut. Berlaku pada hewan dan tanaman, tidak berlaku pada manusia #eaa *lagi-lagi alibi*.

Ini sekedar mitos, jadi menurut saya asal kita tahu dan mau belajar teknik yang benar tentang memelihara binatang atau tumbuhan, saya rasa resiko kehilangan ini bisa diminimalisir. Tidak sekedar membutuhkan rasa cinta dan passion saja dalam memelihara binatang, tapi cinta harus direalisasikan dalam bentuk tindakan (dengan jalan mempelajari teknik pemeliharaan yang sebenar-benarnya).

Begitu juga pada manusia. Iya kan???

11/06/12

Salah Siapa?

Salahmu atau salahku????
Seandainya di setiap obrolan dan perbincangan kita selalu mencari pembenaran, biasanya akan diakhiri dengan penunjukkan siapa yang paling benar.
Jika sudah ada yang benar, diikuti dengan pihak yang bersalah dan tidak benar. Tentang kamu bila si Aku adalah good listener, tentang aku jika si Aku memiliki paham egosentris....
Tapi sangat wajar jika manusia lebih senang didengar daripada mendengar, karena setiap manusia diberkahi sifat "ke-Aku-an" yang berbeda-beda kadarnya. Akan jadi tinggi kadarnya jika si Aku sulit dan tidak mau belajar menjadi good listener. Ahh, whatever dehhh....
Back to the point salah siapa??
Berawal dari perbincangan saya di grup Whatss App., posisi  saya di grup saat itu sebenarnya sekedar menyimak obrolan teman-teman.
Namun tibalah pada satu topik dimana topik ini menjadi sensitif dan kelihatannya sudah membuat salah satu pihak jadi sedikit tersudutkan.
Topik pembicaraan yang jadi bahan permasalahan di sini tidak akan saya sebutkan.
Namun, yang jadi heran saya adalah, mengapa harus jadi ajang perdebatan, dan harus ada pihak yang salah dan benar.
Bagi saya, akan sangat Juara sekali jika salah satu pihak mau mengalah dan meminta maaf secara general kepada semuanya, lepas dari sebenarnya dia salah atau ngga.
Karena bagi saya dialah sang Pemenang sebenarnya...*dan akhirnya salah seorang teman (sebut saja namanya G) dalam grup ini mau meminta maaf duluan*. Saya sangat suka dengan sikap gentle nya, dan dia berani menghadapi semua ini, berbeda dengan pihak lawan yang lalu kabur dan diam begitu saja...uughhhh, you're not a Man...
Selain meminta maaf si G juga menjelaskan bahwa grup ini dibuat untuk bersuka ria, bercanda dan senang-senang, bukan untuk maksud serius dan untuk mempertahankan argumen secara defense maupun offense. Titik.
Yaa sudahlah, susah memang untuk memaksa seseorang agar melakukan apapun itu sesuai kehendak kita.
Tapi yang paling penting adalah bagaimana kita eh saya belajar jadi Good Listener..
It's not easy, but i'll try...
how 'bout you??