Cari Blog Ini

28/01/12

Minggu ini dan Minggu-minggu Selanjutnya...


Yak, tyt weekend sudah datang lagii, dan saya ga tau udh berapa aktivitas yang terlewati selama bbrp hari ini, dan ga yakin juga apakah aktivitas yang selama ini saya lakukan bermanfaat untuk keluarga dan orang2 di sekitar saya.
Kejadian hari kemarin membuat saya berfikir, apa saya sudah betul memberikan pilihan keputusan pada pasien-pasien yang datang ke apotek (tempat dimana saya bekerja). Pilihan-pilihan yang saya berikan akankah membawa mereka ke hidup yang lebih baik, bisa terlepas dari jeratan penyakit yang selama ini diderita, dan aksi pencegahan sebelum si sakit datang apakah juga berhasil dipraktekkan oleh pasien2 tsb.
Setelah memberikan pilihan2 tsb, pada akhirnya selalu membuat saya termenung, khawatir dan akhirnya berpikir "Ya Alloh, apakah selama ini pilihan terapi yang saya berikan sudah sesuai dan pada tempatnya?"
pertanyaan yang selanjutnya diikuti dengan permohonan agar jawaban dari pertanyaan itu adalah kata "Ya, sesuai".
Setelah diberikan kesempatan memilih pun pasien masi harus berpikir banyak, menyesuaikan antara pilihan yang ada dengan kondisi keuangan yang dimiliki pada saat itu. Bahkan untuk membeli sebotol obat maag merk M yg harganya ga terpaut banyak dg merk P (menurut saya) pun pasien harus bolak-balik dari apotek ke rumah, hanya untuk memastikan dan bermusyawarah dengan suaminya bahwa ini lho Pak, obat yang Bapak minta ternyata harganya agak mahal, jadi si Bapak minta obat tsb dikembalikan dan ditukar dengan yg harganya lebih murah, yang membuat si Ibu kembali ke apotik untuk menukarnya di tengah2 hujan badai..(Masya Alloh Ibu, semoga Tuhan membalas semua ketulusan2 ini, kalo di dunia ga bisa, Insya Alloh di akhirat akan jd lebih menyenangkan untuk Ibu).
Cerita akan menjadi berbeda pada seorang Ibu yang datang ke apotik untuk membeli antibiotik tanpa bisa menyebutkan merk antibiotik yang diinginkan. Saya bahkan sampai harus menjelaskan dan memberikan pengandaian dengan metafora berbagai jenis pisang agar si Ibu paham tentang jenis-jenis antibiotik.
Mengumpamakan pisang adalah antibiotik dan jenis-jenis pisang seperti pisang susu, pisang raja, pisang Ambon,dll sebagai merk-merk dari antibiotik yang tersedia di pasaran. oughhh..kenapa saat itu yang muncul di pikiran saya adalah pisang, bukan buah2 an ato benda2 yang lain..hihihi..
Pada akhirnya, entah paham ato ngga dengan penjelasan saya si Ibu akhirnya menentukan pilihan untuk tidak jadi membeli, karena di rumah tyt dia masi punya obat merk Amoxicillin, yang akhirnya diketahui si Ibu kalo obat itu adalah antibiotik,Glek!!!!
Akhirnya saya tau penjelasan sy mampu membuat si Ibu paham, minimal bisa memutuskan bahwa obat yang akan diminum nantinya adalah antibiotik atau bukan. Terimaksih Ibu, semoga pilihan yang saya berikan bermanfaat untukmu.
Minggu ini akan segera berlalu, tapi tugas saya untuk memberikan pilihan kepada pasien-pasien saya akan tetap berlangsung. Semoga minggu-minggu selanjutnya saya bisa menghasilkan pilihan-pilihan yang lebih baik dan sesuai....
and Keep Healthy....

18/01/12

Polite, Unpolite, Policy and No Rule!!!

Berawal dari perkenalan saya pada budaya salaman (berjabat tangan) keluarga kakak ipar saya, yang akhirnya dengan sukses mampu mengubah gaya berjabat tangan saya. Trust me Bro’, it works!!. Awalnya tidak mudah bersalaman dengan orang tua menggunakan gaya salaman menempelkan tangan beliau ke jidat setelah menjabat erat telapak tangannya. Dalam benak saya, jabat tangan seperti itu adalah bentuk penghormatan yang berlebihan dan bukan lagi merupakan usaha untuk menunjukkan rasa sayang. Bahkan, ketika ego saya bekerja kegiatan tsb menurut saya masuk dlm kegiatan merendahkan diri..*no offense*, karena saya rasa jabat tangan seperti ini akan pantas saya lakukan pada bapak, ibu dan Mbah Uti. Oke, dalam hal ini saya masuk kategori tidak sopan memang dan demi menjaga pencitraan (bukan untuk menunjukkan rasa hormat) akhirnya saya mengubahnya, diawali dengan melakukan jabat tangan ini tentunya pada keluarga kakak ipar (termasuk si kakak ipar). Ahh, geli n risih2 gemanaa gtuu..

Sampai pada akhirnya saya yang tadinya pemilih utk melakukan jabat tangan ini pada orang tertentu saja, sekarang malah dengan naifnya udah ga bisa memilah-milah mana yg harus dan tidak harus saya jabat tangannya dengan cara spt ini. Ough karma iniii… Yeayyy…bapak ibu yang saya jabat tangannya dengan model spt ini jangan merasa digilai hormat sama saya yaaa…haks haks haks.

Selanjutnya adalah kegiatan mengucapkan “Nunsewu” yang sampe sekarang masih saya pikirkan efektivitas nya, kapan dan dimana waktu yang tepat untuk mengucapkan kata sakti tersebut. Kadar kesaktiannya hampir setaraf dengan kata “Maaf, Tolong, dan Terimakasih”. Di lingkungan saya tinggal sekarang (Godean, DIY) hal-hal seperti ini walaupun nampaknya sepele namun jadi hal mendasar yang harus ditegakkan ketika melakukan interaksi dg siapa saja. Saya merasa tertohok sekali ketika acara makan bersama di pawon (dapur) dilakukan dengan cara duduk di bangku kecil (dingklik). Dengan posisi semua orang duduk di bawah, maka yang kebagian jatah duduk di atas akan mengucapkan “Nunsenwu” pada yang duduk di bawahnya, walopun yang duduk di atas adalah si empunya rumah ato Bapak Ibu yang jelas-jelas kalo dilihat dari faktor usia seharusnya tidak perlu mengucapkan kata-kata itu kepada kita yang notabene lebih muda usianya drpd beliau.

Hal yang sama juga akan dilakukan ketika beliau berdiri lalu berjalan melewati kita yang sedang duduk, maka kata “Nunsewu” akan diucapkan kembali. Dan pemirsa, yang saya rasakan saat itu adalah rasa heran sekaligus tertohok (bagaikan perpaduan rasa pedas manis dr makanan saya). Efek yang ditimbulkan membuat saya jadi digilai hormat dan saya sebenernya sedikit tidak enak bila diperlakukan spt ini, sekaligus teguran buat saya bahwasannya saya juga harus melakukan hal yang sama seperti itu, minimal ketika sedang bersama mereka. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung..

Jaman memang selalu berubah, tapi selama masi ada anak cucu yang mau dan bersedia menjunjung tinggi budaya leluhur maka sopan santun akan selalu ada. Walau kadangkala tidak semua sopan santun bisa digeneralisir penggunaannya di semua tempat dan kondisi. Bayangkan saja klo saya harus selalu mengucapkan “Nunsewu” di tengah-tengah teman-teman yang sedang duduk makan bersama-sama dengan cara lesehan..Wauw, Suswanto eh sesuatu bangett….

Belajar sopan santun ternyata juga tidak terbatas hanya pada usia anak-anak sekolah saja, karena sampai nanti kita dewasa dan akhirnya mati pun pasti selalu ada hal baru yang berkaitan dengan sopan santun dan etika bergaul. Setiap menemukan lingkungan baru maka aturan dan etika dalam lingkungan tersebut juga biasanya akan dipengaruhi oleh manusia-manusia yang jadi penghuni lingkungan tersebut dan lingkungan baru ini akan kita temui sepanjang hidup kita.

Terbentuknya karakter manusia yg Polite, Unpolite dan bahkan No Rule tsb diawali dari keluarga sebagai lingkungan yang pertama kali dikenal oleh manusia. Jadi keluarga yang biadab akan menghasilkan keluarga yang biadab juga (ups, ini sarkasme skalii). Selanjutnya bila si biadab ini bertemu dengan lingkungan di luar keluarga yang biadab juga maka akan jadi pribadi yang super biadab, jadi tidak hanya No Rule saja, bahkan bisa jadi Break the Rule!!! Krn aturan dibuat adalah untuk dilanggar (kata mereka lhoo bukan kata saya).

Keinginan tidak sejalan dengan Kondisi

Wow,setelah sekian lama tiba-tiba keinginan mendadak untuk nulis datang, lebih hebat dari tsunami yang prediksi kedatangannya sering dibatalkan sama BMG. Tapi ketika udah dibatalkan eh tyt dia datang. Lhah, ini kok malas bahas tsunami???
Jadi, sebenarnya nafsu ini muncul ketika saya selesai membaca bukunya Indra Herlambang yang berjudul Kicau Kacau, abis baca tu buku lanjut buka timeline dan pas banget ada seorang motivator yang rajin bikin kultwit isinya tentang menulis. Bahwasannya biasakanlah menulis setiap hari, apapun topik yang kita angkat niscaya akan selalu ada topik yang bisa kita bahas minimal dari kehidupan kita sehari-hari. Nah, makin kuatlah keinginan menulis itu timbul.


Namun, apa mau dikata, ketika keinginan itu membuncah ternyata koneksi internet di tempat saya sekarang tinggal sementara (sepertinya ngga perlu disebutkan nama tempatnya, karena akan membuat saya sedihh,hiks hiks)..woy woy lebayy woy…hehe..iya ibarat kata lagi cintaa banget sama seseorang tapi rasa cinta itu ga bisa dilampiaskan ato sekedar disampaikan, ughh rasanya seperti nunggu2 keinginan buat “mpup”Aihhhh….ini pengandaian yang sedikit ga nyambung dan saya sendiri belum pernah (semoga jangan) merasakannya, hanya berdasarkan pengalaman bbrp teman saja.


Baiklah saudara-saudara seiman maupun tidak seiman, keterpurukan koneksi ini memang harus segera diakhiri, saya harus menemukan cara agar si koneksi ini ga timbul tenggelam, ga kolaps dan ga ngilang dengan seenak-enak udel nya sendiri, jadi saya memutuskan untuk memasukkan “sim card” dari tiga provider berbeda yg saya miliki dari handpone (bukti kelabilan) ke modem. Dan hasilnya saya memutuskan untuk memilih si Merah, dengan harapan beliau adalah provider yang sudah py sepuluh juta pelanggan, dan terkenal dengan tarif yang relatif lebih mahal dibandingkan para pesaingnya. Dengan asumsi “You Get what You Paid”, dengan tarif yang mahal semoga nantinya koneksinya akan bagus, cepat, dan dahsyat. Jadi ngga ada lagi keluhan-keluhan buruk yg bikin sy bernafsu membanting si gadget. Kalo ga inget gadget ini dibeli dg duit dan penuh pengorbanan pasti akan segera saya laksanakan maksud tersebut, tp dengan penuh kesadaran maksud tersebut urung terlaksana. Ya,masalah dengan koneksi sepertinya akan segera berakhir.


Masalah selanjutnya adalah bagaimana menimbulkan mood untuk menulis, karena berdasarkan pengalaman yg udah2, ketika aktivitas menulis ditinggalkan dalam waktu lama maka akan susah untuk memulainya kembali. Dibutuhkan” “mood buster” yang cukup besar untuk memulainya. Atas dasar itulah maka sy berniat merutinkan aktivitas ini, diawali dengan seminggu 3 artikel, lalu meningkat jadi 5 artikel tiap minggu, dan akhirnya setiap hari bisa posting satu atau lebih artikel. Amin…


Sekarang sy hanya bisa berdoa dan berusaha “Ya Alloh Hamba memohon untuk dijodohkan dengan Si Mood Buster ini, tunjukkanlah kepada hamba yang hamba butuhkan dan yang terbaik menurut-Mu dan ketika sudah didapatkan jangan biarkan dia pergi menghilang begitu saja, Hamba mohon Ya Alloh…”


Ehm..heran ini sebenernya doa untuk menemukan Mood buster ato doa minta jodoh yang tepat to?